Saturday, May 29, 2010

Dear Friends... part 1

Dear friends...
Aku merindukan keberadaan kalian. Sekarang ini aku merasa aku nggak punya siapa-siapa untuk dipercaya lagi. Aku ingin bercerita banyak dengan kalian. Aku ingin sekali mengeluarkan semua perasaan yang ter-repress jauh di dalam alam unconsciousnessku...

Dulu aku pernah memiliki seorang teman. Aku menganggap bahwa aku beruntung aku berteman dengannya. Waktu itu aku masih SMP, aku bertemu dengan seorang cewek. Sebut aja dia E. E adalah cewek yang cantik, populer di kalangan anak-anak, pokoknya kayak cewek-cewek ketua geng yang biasanya ada di teve-teve gitu deh. Aku meminta dia untuk jadi sahabatku, dan diapun menyetujuinya. Aku seneng banget, karena aku yang cewek biasa di sekolah bisa punya sahabat yang almost perfect kayak dia. Kalo di sekolah, kita sering jalan bareng. Aku inget banget waktu itu, aku pernah nganterin dia ke perpus buat nemenin dia ketemu sama salah satu cowok anak kelas G (waktu itu aku sama dia kelas I). Kami melewati mushola sekolah dan tepat di depan mushola itu ada cowok yang aku suka selama bertahun-tahun (sekarang juga mungkin aku masih menyukai cowok itu, sebut aja Fd) dan sampai-sampai ketika aku dan E lewat, pandangan Pd mengekor di belakang E hingga kami masuk ke perpus. Kemudian, pas mau ke lab. komputer sekolah kita juga mesti bareng. Pokoknya waktu itu aku bener-bener seneng banget punya sahabat kayak dia.
Suatu hari, dia berubah. Dia lebih sering ngumpul sama salah satu geng anak-anak populer di sekolah. Lama kelamaan aku dan dia nggak pernah bareng lagi. Aku bener-bener sedih, karena ternyata dia lebih suka bergaul dengan anak-anak populer itu daripada denganku yang cewek plain ini. Setelah kuingat-ingat lagi memoriku ketika bersama E, aku baru sadar aku seperti pembantu setiap aku jalan bareng dia. Semua orang memperhatikan dia yang sering berjalan di depanku, sementara aku hanya seperti fans yang mengikuti idolanya. Aku bener-bener shock waktu menyadari semua itu. Aku nggak percaya lagi dengan yang namanya "sahabat" sejak kejadian itu.

Kemudian, aku juga punya seorang teman. Dia juga teman sekelasku dan E waktu SMP dan SMA kita sekelas lagi selama 1,5 tahun. Sebut saja dia A. A adalah orang yang ceria, rame dan heboh banget kalo lagi ngomong, dan dia supel banget sama semua orang. Dia adalah teman sebangkuku selama kita sekelas di SMA. Aku senang berbicara dengannya. Dia orangnya baik, dan aku selalu senang ketika dia sedang membicarakan sesuatu denganku. Aku dan dia waktu itu sama-sama suka lagu Jepang, sama-sama suka komik Happy Cafe, dan sering banget curhat masalah cowok. Dia tahu aku suka sama Fd dan dia juga sering cerita tentang cowok yg lagi disukainya. Pernah sih suatu ketika aku bertengkar dengannya dan sampai-sampai aku minta pindah duduk dengan teman yang duduk di belakangku, tapi besoknya aku pasti udah baikan sama A. Ketika aku PDKT sama mantan pacarku yang juga dulu sekelas denganku, A dan E di SMP dan di SMA juga sekelas selama 1,5 tahun, pas jadian, sampai aku "depresi" karena putus dengan mantan pacarku itu, A-lah yang selalu mendengarkan ceritaku. Aku yang biasanya tidak suka menelepon orang, aku sering menelepon ke rumahnya dia buat nanyain masalah sekolah ato hanya sekedar curhat. Tanpa dia, mungkin aku bakal terus depresi gara-gara mantan pacarku itu. Dia yang pernah membantuku untuk berbicara dengan mantanku ketika mantanku mulai menjauhiku, dan ujung-ujungnya kita malah nangis bareng di UKS sekolah. hahaha...aku suka sekali ketika mengingat kenangan itu.
Ketika awal-awal lulus SMA dan mulai masuk kuliah, kami tetap menjalin komunikasi. Dia dan aku kuliah di universitas yang berbeda dan kesempatan kami untuk bertemupun juga sudah sedikit. Kami bertemu hsnya bisa ketika kelasku mengadakan reuni. Suatu ketika, aku pernah janjian dengan A untuk hang out bareng di toko buku Togamas dan Uranus dan pada akhirnya dia main ke rumahku. Di rumahku kami bercerita banyak, tertawa bersama ketika membaca komik kesukaan kami, pokoknya menikmati jam-jam kami bersenda gurau di sana. Aku mulai berpikir bahwa ternyata aku punya teman yang bisa mengerti aku seperti dia. Dan aku juga merasa beruntung punya teman seperti dia.
Semakin waktu berjalan, semakin sedikit komunikasiku dengan A. Dia sering kehilangan handphone dan sejak itu dia sudah jarang SMS-an denganku. Aku sudah sibuk sendiri dengan kuliahku, begitu juga dia. Aku sempat mengirimi dia pesan lewat Facebook, tapi sering tidak dibalas. Aku kembali merasa sedih, karena aku merasa ditinggal lagi oleh "sahabat". Setiap aku ingat dia, aku pasti tertawa. Tapi setelah itu aku kembali menjadi sedih karena dia sudah bukan A yang dulu lagi. Aku ingin mencoba menghubungi dia lagi, tapi aku merasa takut nggak dibales lagi kayak ketika aku mengirimi dia pesan lewat Facebook. Aku dengar dia sudah tidak menggunakan handphone lagi, dan Facebook-pun jarang ia pakai. Kesempatanku untuk mulai berkomunikasi dengannyapun juga semakin sedikit. Aku hanya bisa mengingat-ingat kenangan-kenangan ketika aku tertawa dan menangis bersamanya. Aku merindukan temanku yang satu ini...

-to be continued-

No comments:

Post a Comment